
Berdasarkan penelitian usia dengan metode karbon, diyakini bahwa Situs Megalitikum Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, berusia lebih dari 10,000 tahun. Dengan demikian situs ini dibangun lebih lama dari Piramid Giza dan bahkan Spinx. Ini temuan luar biasa karena diyakini pembangunan situs ini memerlukan waktu ratusan tahun.
Tim riset situs Megalitikum Gunung Padang (Panghegar) kami datang dengan tujuan menghilangkan mitos dan keyakinan yang ngawur tentang Gunung Padang. Gunung Padang yang diyakini sebagai pusat energi sentrifugal Atlantis yang hilang pun tidak menjadi pertimbangan. Informasi menyesatkan terkait keberadaan budaya dan peradaban kuno-maju - yang dikaitkan dengan peradaban alien yang membangun teknologi maju di bawah Gunung Padang dipastikan tak ada.
Tim riset mengetahuinya dengan cara melakukan pemboran pembanding di luar situs terkait water loss yang menghasilkan hasil yang sama dengan Tim Peneliti lain. Pun struktur batuan dan kontur Gunung Padang pun terbukti bukanlah struktur pyramid yang diyakini dan digambarkan dan diimajinasikan. Bentuk nyata Gunung Padang adalah bentuk bukit rata dengan kemiringan umum bukit yakni sekitar 30 derajat.
Tim riset yang melaporkan adanya bebatuan megalitikum memenuhi rongga perut bumi Gunung Padang adalah kebohongan belaka. Dari mana diketahui kebohongan tersebut? Jika diperhatikan, serakan batu-batu yang dibentuk, bukan batu alam yang memang terdapat di Gunung Padang, hanya tersebar ke arah utara, timur dan barat. Jarak sebaran pun tak melebihi 5 meter dari pusat situs secara proporsional. Penyebab serakan batu adalah adanya pergeseran tanah dan peristiwa alam seperti erosi, gempa bumi, dan pergerakan tanah.
Terkait bangunan atau situs Megalitikum Gunung Padang (Panghegar) terdapat temuan yang sangat menarik.
Pertama, Situs Megalitikum dibangun di atas bukit padat yang merupakan pecahan dari gunung api purba. Buktinya adalah di sekeliling Gunung Padang terdapat banyak bukit-bukit yang mengelilingi Gunung Padang yang nyaris berada di tengah perbukitan lainnya.
Kedua, pembangunan situs Megalitikum di lereng bukit yang tidak rata, agar mendapatkan bentuk rata yang simetris di setiap pelataran. Maka dibuatlah dan ditata ratusan batu sebagai pondasi dengan ukuran batu sekitar 1-2 meter. Tatanan batu ini sungguh spektakuler dan hanya bergeser tak lebih dari 3 meter dalam kurun waktu 10.000 tahun.
Ketiga, situs dibangun dengan ratusan ribu batu vulkanik - yang menunjukkan daerah tersebut adalah daerah vulkanik. Batuan berukuran panjang antara 20 sampai lebih dua meter digunakan sebagai bahan bangunan. Batuan tersebut persegi panjang dengan empat atau lima sisi.
Keempat, tangga menuju puncak bukit Gunung Padang dibangun dari mulai bawah kaki bukit secara simetris lurus menghadap ke Pelataran I-V, dan pelataran depan - yang memiliki ‘beranda dan jalan atau koridor siekular setengah lingkaran. Ini ditandai oleh adanya batuan yang ditata melingkar secara teratur.
Kelima, Pelatarann I memiliki ‘bangunan’ yang dibagi menjadi 9 bagian, besar dan kecil dengan ‘bangunan di bagian kiri masih tampak utuh’. Di bagian tengah dekat tebing undak ke Pelataran II, terdapat ‘Punden Gerbang’ setinggi 2 meter di atas lantai dasar. Punden ini menjadi Pintu Gerbang menuju Pelataran V dengan ketinggian sekitar 4,5 M. Masih tampak sisa serakan Pintu Gerbang dengan dua buah batu menonjol miring ke muka arah utara.
Keenam, koridor atau jalan menuju Pelataran V - yang diduga dianggap laing suci - melewati Gerbang Berundak di tengah-tengah, lalu menurun dan naik lagi secara terjal koridor terletak di tengah menuju Pelataran II. Di pelataran II ini, terdapat dua koridor pintu menuju Pelataran III dan IV yang memiliki hanya satu pintu menuju ke Pelataran V.
Ketujuh, di Pelataran V terdapat bangunan atau tatanan batu yang unik. Bangunan atau tatanan batu utama dikelilingi oleh empat ‘tatanan batu lainnya’. Keadaan ini mengingatkan pada candi apit di Prambanan dan Candi Sewu. Candi apit adalah candi ukuran lebih kecil yang melengkapi candi utama. Untuk candi Hindu, candi apit biasanya adalah candi untuk wahana atau kendaraan bagi dewa Wisnu, Siwa, Brahma.
Sebagai tambahan, serakan batu di depan pelataran I dan beranda yang berjarak sekitar 5 meter ke bawah dengan sebaran yang teratur menunjukkan bahwa sebagian batu-batuan di semua pelataran ada yang ditempatkan di atas batu yang berdiri tegak. Sehingga terdapat sebaran batu yang berserak. Pergeseran tempat dan kecondongan posisi batu juga disebabkan adanya tumbuhan dan pepohonan. Pada zaman purba di semua pelataran dipastikan tak ada tumbuhan. Akar pohon menyebabkan pergeseran letak batu.
Ditambahkan, jika Anda tertarik untuk mengunjunginya, kunjungilah situs ini pada pagi hari sebelum jam enam. Begitu kabut hilang di sekitar perbukitan, Anda akan menyaksikan pemandangan indah. Langit biru dan suasana sungguh tenang. Magis. Kicau burung menenteramkan telinga dan angin semilir menerpa tubuh. Indah. Nyaman.
0 komentar:
Posting Komentar