twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Menyapa Matahari Bromo ;)


Gunung Bromo yang diselimuti kabut pagi. (FOTO: Citra Putri)
Di penginapan kami di Pantai Sendang Biru, malam harinya kami menyiapkan segala keperluan untuk dibawa ke Bromo. Yang tak boleh ditinggal antara lain jaket yang tebal, sarung tangan, dan topi kupluk. Kata banyak orang, cuaca di Bromo saat siang memang terik, namun saat malam suhu udara bisa turun drastis.
Kami berangkat Sabtu malam pukul 23.00 dari Pantai Sendang Biru menggunakan mobil ELF menuju Probolinggo. Perjalanan menuju Gunung Bromo memakan waktu sekitar empat jam. Sekitar pukul 03.00 rombongan tiba di kawasan Gunung Bromo. Udara dingin menusuk tulang langsung menyergap begitu saya membuka pintu mobil yang terparkir. Benar saja, suhu udara pagi itu menurut penjaga parkir sekitar 9°C!
Berhubung hampir tak bisa beraktivitas karena kedinginan, kami memutuskan untuk menghangatkan diri di warung kopi. Segelas kopi dan mie instan hangat tandas kami santap. Bagi yang lupa membawa perlengkapan, tak perlu khawatir. Di sini banyak pedagang yang akan menawari barang dagangannya. Sepasang sarung tangan atau topi kupluk dijual dengan harga berkisar antara Rp 30.000 – 35.000. Semakin pintar menawar, semakin bagus juga harga yang kita dapat!
Pemburu sunrise! (FOTO: Citra Putri)
Setelah dirasa cukup hangat, kami beranjak jalan pukul 04.00. Tujuan pertama adalah melihatsunrise di Penanjakan 2. Untuk itu kami harus menyewa mobil jenis hardtop dengan tarif Rp 500.000 per hari. Berhubung satu mobil dapat menampung hingga 5 orang, kami menyewa dua. Harga tersebut sudah termasuk tempat-tempat yang akan kami kunjungi nanti, seperti Penanjakan 2 Gunung Bromo, Padang Savana, Bukit Teletubies, Pasir Berbisik, Patung Singa, dan Kawah Bromo. Tiket masuk ke kawasan Wisata Gunung Bromo sendiri sebesar Rp 12.000 per orang yang dibayarkan di pintu masuk Penanjakan 2.
Penanjakan 2 hanya berjarak 15 menit perjalanan dari lokasi awal kami tiba. Lokasi hunting sunrisesudah dipadati pengunjung. Padahal saat itu baru pukul 04.15 dan kondisinya masih gelap. Karena kesiangan, kami harus puas berada di barisan belakang. Di barisan depan, para fotografer sudah siap sedia dengan kamera masing-masing.
Sekitar pukul 04.30 matahari mulai menampakkan dirinya. Pelan, tapi pasti. Indahnya Indonesia-ku! Cuma itu yang terucap di bibir saat saya masih takjub menyaksikan matahari terbit di depan mata. Kami sanga menikmati berada di atas deck tersebut. Menyaksikan matahari yang pelan-pelan menyinari lanskap alam di bawahnya. Pukul 06.00 matahari menunjukkan bentuknya yang sempurna. Gunung Bromo terlihat jelas dengan segala keindahannya. Dengan sigap, kami punjeprat jepret tak akan melewatkan kesempatan ini. Mumpung cuaca lagi cerah juga.
Bukit Teletubbies ternyata tak seimut namanya. Justru kebalikannya, gagah! (FOTO: Citra Putri)
Setelah puas berfoto, kami turun Penanjakan 2 menuju Bukit Teletubbies. Medannya cukup menantang, namun tampaknya supir kami yang asli Suku Tengger tersebut justru excited dan kami pun diajak kebut-kebutan. Sekitar 10 menit kami menikmati pemandangan dan kembali berfoto ria di bukit yang namanya diambil dari serial kartun untuk anak-anak ini.
Perjalanan berlanjut ke Padang Savana yang hanya berjarak 5 menit. Kontur tanah Padang Savana cenderung datar dengan hamparan rumput luas dan tidak berbukit-bukit. Karena sedang musim kemarau, rumputnya berwarna cokelat kekuningan.
Di sini, bisikan pasir seolah terbawa angin. (FOTO: Citra Putri)
Destinasi selanjutnya adalah “Pasir Berbisik”.  Yup, tempat ini pernah dijadikan lokasi syuting film dengan judul yang sama. Sejauh mata memandang, hanya padang pasir luas tak berbatas. Warna abu-abu mendominasi pemandangan alam di depan kami. Di tengah perjalanan menuju Pasir Berbisik tadi kami sempat melihat patung singa, patung batu yang terbentuk alami oleh alam. Sebenarnya jika diperhatikan patung ini tidak mirip singa, namun karena dari jauh tampak mirip, maka orang-orang menyebutnya demikian.
Di Pasir Berbisik kami hanya menghabiskan waktu sebentar, sekitar 10 menit saja. Tak banyak yang dapat dilakukan di tempat ini. Aktivitas utama adalah foto-foto! Dari sini kami melanjutkan perjalanan ke kawah Gunung Bromo. Untuk itu kami harus memarkirkan mobil di tempat yang tersedia dan menggantinya dengan kuda. Seru! Satu ekor kuda dapat disewa dengan harga Rp 100.000 per ekor. Kalau jago menawar, bisa dapat harga yang lebih oke lho!
Kuda-kuda sewaan ini mengantarkan kami hingga ke penjakan Bromo. Jaraknya kurang lebih 2 Km. Sesampai di sana, kami masih harus menaiki anak tangga untuk menuju puncak kawah Bromo. Jumlahnya cukup menguras tenaga, yakni 150 anak tangga! Untungnya, udara pagi itu cukup sejuk, meskipun matahari bersinar cukup terik.
Asap hangat menyembul ke luar dari dalam kawah Gunung Bromo. (FOTO: Citra Putri)
Suasana di kawah Gunung Bromo cukup ramai. Udara sejuk pelan-pelan berubah  menjadi hangat karena asap yang keluar dari dalam kawah. Sekitar pukul 09.30, kami kembali turun untuk pulang. Perjalanan balik menuju tempat parkir kembali dilalui dengan menunggang kuda. Usai mandi, makan, dan beres-beres, pukul 12.30 kami bergegas berangkat menuju Stasiun Malang. Kereta menuju Jakarta siap mengantarkan kami pulang pada pukul 16.00.

0 komentar:

Posting Komentar